nusakini.com--Tidak seperti biasanya, ruang belakang Rumah Dinas Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) di Komplek Widya Candra Jakarta Selatan, disulap menjadi ruang semi terbuka. Karpet bermotif bunga dengan warna merah digelar sebagai ruang duduk bersama dalam kopi darat Menag (#Kopdarmenag) bersama netizen. 

Sebuah panggung kecil dibuat dengan backdrop dominan putih kontras dengan tema #maknaicinta yang tercetak dengan warna merah marun. Suasana semakin seru karena olah kata pemandu acara, Riska Amalia. Selain Menag LHS, hadir juga sebagai narasumber, novelis Habiburahman el-Shirazy.  

"Apa Makna Cinta menurut Menag dan Kang Abik?” demikian Riska mengawali pertanyaan sesi pembuka, Sabtu (4/6). 

“Tuhan, menciptakan kita dengan cinta. Seperti juga orang tua kita, “membuat” kita, dengan dasar cinta. Jadi, sebenarnya, kehadiran kita di dunia, dilingkupi dengan rasa cinta” sejenak, Menag yang memakai Baju Hitam dan Celana Krem, menghela nafas. 

"Artinya, keberadaan kita di dunia ini, adalah untuk menebar kasih sayang yang berlandaskan cinta,” terang Menag. Dalam kontek hubungan horisontal, Menag menyatakan, cinta adalah proses. Ada yang dicintai dan mencintai. Saling berbagi (memberi dan menerima). 

“Pada level awal, cinta sering menuntut untuk dipahami dan diperhatikan. Namun untuk level berikutnya, cinta adalah memberi. Seperti cinta ibu terhadap putera-puterinya.” Imbuh Menag. 

Ditambahkan Menag, Allah Maha Tahu dengan karakter hamba -Nya yang beragam level cinta. Ada yang masih membutuhkan iming-iming, namun ada juga yang sudah sampai pada level tertentu hingga cinta direfleksikan tanpa apa pun, bahkan surga atau pahala. “Semua yang dilakukan, semata-mata hanya untuk menyenangkan yang dicintai yang dalam hubungan vertikal, melihat Allah SWT, adalah lebih dari segala-galanya,” tutur Menag. 

Sementara Kang Abik memilih berilustrasi dengan kisah cinta legendaris, Laila-Majnun. Dikisahkannya; Hari itu, Qais mendengar akan ada pembagian makanan di kampung Laila. Informasinya, gadis desa yang bernama Laila itu yang akan langsung membagikan makanannya. Si Qais yang sangat tergila-gila (majnun) dengan Laila, bergegas datang dan mengantri untuk memperoleh makanan dari Laila. Setelah mendapatkan makanan, Qais tersenyum bahagia, lalu mengembalikan makanan tersebut, dan kembali ke baris belakang untuk mengantri lagi, demikian dan seterusnya.  

Melihat itu, teman Qais berkata kalau dia benar-benar Majnun (gila). “Ada nikmat yang lebih dari sekedar makanan, yaitu bertemu dan melihat Laila” kata Kang Abib menirukan ucapan Qais yang sembari tersenyum bahagia menjawab perkataannya temannya yang menyebut dirinya gila. 

Dari kisah ini, Pengarang Novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih ini menilai, seorang hamba ketika sudah mencintai Sang Khalik, maka dia tidak membutuhkan pahala, apa lagi surga. “Ada nikmat yang lebih dahsyat dari sekedar surga, yakni berjumpa dengan Allah swt,” tegas jebolan MTs Fuhuhiyyah Demak yang telah menerbitkan 14 novel dan kumpulan tentang cinta tersebut. (p/ab)